1.
Ketentuan Penyuntingan
Naskah Media Cetak
Dalam penyuntingan naskah
ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh penyunting, antara lain :
1.
Menguasai Ejaan
Seseorang yang ingin menjadi seorang
editor pada satu penerbitan, harus menguasai kaidah ejaan bahasa Indonesia yang
baku saat ini. Dia harus paham benar penggunaan huruf kecil dan huruf kapital,
pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda baca (titik, koma, dan lain-lain).
Syarat ini tentu dapat dimaklumi, mengingat penyuntingan naskah selalu
berurusan dengan soal-soal itu.
2.
Menguasai Tata
Bahasa
Seperti halnya ejaan,
seorang editor pun dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dalam arti luas.
Bukan berarti dia perlu menghafal semua arti kata yang terdapat dalam kamus,
misalnya. Akan tetapi, seorang penyunting naskah harus tahu mana kalimat yang
baik dan benar, dan mana kalimat yang salah dan tidak benar. Menguasai bahasa
Indonesia tentu tidak lain dan tidak bukan adalah menguasai tata bahasa
Indonesia. Jadi, seorang editor harus mengerti susunan kalimat bahasa Indonesia
yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata
yang pas, dan sebagainya.
3. Bersahabat dengan
Kamus
Seorang editor atau ahli bahasa sekalipun, tidak mungkin
menguasai semua kata yang ada dalam satu bahasa tertentu. Belum lagi kalau kita
berbicara mengenai bahasa asing. Oleh karena itu, seorang editor perlu akrab
dengan kamus. Entah itu kamus satu bahasa maupun kamus dua bahasa. Dalam hal
ini, tentu termasuk pula kamus istilah, leksikon, dan ensiklopedia. Dengan kata lain,
seorang yang enggan atau malas membuka kamus, sebetulnya tidak cocok menjadi
seorang editor.
4. Memiliki Kepekaan Bahasa
Karena selalu
berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus, seorang editor pun dituntut
untuk memiliki kepekaan bahasa. Dia harus tahu mana kalimat yang kasar dan
kalimat yang halus; harus tahu mana kata yang perlu dihindari dan mana kata
yang sebaiknya dipakai; harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu digunakan
atau dihindari. Untuk semua itu, seorang editor perlu mengikuti tulisan pakar
bahasa di media cetak. Di samping itu, seorang editor perlu mengikuti kolom
bahasa yang ada di sejumlah media cetak. Tentu tidak kurang pentingnya adalah
mengikuti perkembangan bahasa Indonesia dari hari ke hari.
5. Memiliki Pengetahuan Luas
Seorang editor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas.
Artinya, dia harus banyak membaca buku, membaca majalah dan koran, dan menyerap
informasi melalui media audio-visual. Dengan demikian, seorang editor tidak
ketinggalan informasi. Dengan kata lain, orang yang malas membaca buku, koran, majalah
atau sumber informasi lain, sebetulnya tidak cocok untuk menjadi seorang
editor. Orang ini lebih baik mencari pekerjaan lain.
6.
Memiliki Ketelitian dan Kesabaran
Seorang
editor dituntut pula untuk bekerja dengan teliti dan sabar. Meskipun sudah
capek bekerja, seorang editor dituntut untuk tetap teliti dan sabar dalam
menyunting naskah. Kalau tidak, penyunting bisa terjebak pada hal-hal yang
merugikan penerbit di kemudian hari. Misalnya, karena ada kalimat yang lolos
dan lupa disunting. Jadi, meskipun mengantuk, seorang editor harus tetap teliti
menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang digunakan
penulis. Dia harus memeriksa apakah kalimat, kata, dan istilah itu layak cetak
atau tidak, berbau SARA atau tidak, berbau pornografi atau tidak, dan
sebagainya.
7.
Memiliki Kepekaan terhadap SARA dan Pornografi
Seorang editor tentu harus tahu kalimat yang layak cetak, kalimat
yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu diganti dengan kata lain.
Dalam hal ini, seorang editor harus peka terhadap hal-hal yang berbau SARA
(suku, agama, ras, dan antargolongan). Kalau tidak peka, penerbit bisa rugi di
kemudian hari. Mengapa? Karena buku yang diterbitkan bisa dilarang beredar oleh
pihak yang berwenang, atau penerbitnya dituntut oleh pihak tertentu ke
pengadilan.
Di
samping itu, seorang editor harus peka terhadap hal-hal yang berbau pornografi.
Dalam hal ini, seorang rditor harus mempertimbangkan apakah kalimat tertentu
layak cetak atau tidak, dan apakah gambar/ilustrasi tertentu layak siar atau
tidak. Seperti halnya persoalan SARA, hal-hal yang berbau pornografi pun dapat
mengakibatkan sebuah buku dilarang beredar. Jika ini terjadi, tentu penerbit
akan mengalami kerugian. Kejaksaan Agung RI memunyai kriteria buku yang
dilarang beredar di Indonesia dari dulu hingga sekarang.
8.
Memiliki Kemampuan Menulis
Seorang editor juga perlu memiliki kemampuan menulis, minimal
mampu menyusun tulisan yang elementer. Mengapa? Karena dalam pekerjaannya
sehari-hari, seorang editor naskah pada suatu saat harus menulis surat/surel
kepada penulis atau calon penulis naskah, menulis ringkasan isi buku
(sinopsis), atau menulis biografi singkat (biodata) penulis. Lagi pula, kemampuan
menulis ini pun berguna dalam penyuntingan naskah. Kalau tidak tahu menulis
kalimat yang benar, tentu kita pun akan sulit membetulkan atau memperbaiki kalimat
orang lain.
9.
Menguasai Bahasa Asing
Seorang
editor perlu menguasai bahasa asing yang paling banyak digunakan di dunia
internasional, yakni bahasa Inggris. Mengapa? Karena dalam menyunting, seorang
editor akan berhadapan dengan istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris.
Di samping itu, perlu pula diketahui bahwa buku terjemahan yang paling banyak
diterjemahkan di Indonesia adalah buku-buku yang berasal dari bahasa Inggris.
Jika
tidak dapat menguasai bahasa Inggris secara aktif, minimal penyunting
menguasainya secara pasif. Artinya, seorang editor dapat memahami dan membaca
teks bahasa Inggris. Akan lebih baik lagi jika penyunting naskah bukan hanya
menguasai bahasa Inggris, melainkan juga menguasai salah satu bahasa atau
beberapa bahasa asing lain. Misalnya, bahasa Latin, bahasa Belanda, bahasa
Jerman, bahasa Perancis, bahasa Arab, dan bahasa Jepang.Pendek kata, makin
banyak bahasa asing yang dikuasai editor makin baik. Semua bahasa asing itu
akan melancarkan pekerjaan seorsng editor.
10.
Memahami Kode Etik Penyuntingan Naskah
Seorang
editor perlu menguasai dan memahami Kode Etik Penyuntingan. Dengan kata lain,
editor harus tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam
penyuntingan naskah.
Jika seorang editor tidak memahami Kode Etik Penyuntingan, ada kemungkinan dia
akan salah langkah atau salah sunting. Hal ini bisa berakibat buruk di kemudian
hari.
2.
Ketentuan Penyuntingan
Naskah Media Elektronik
Ketentuan penyuntingan dalam naskah siaran radio,
seperti berikut;
1)
Penggunaan huruf kapital sesuai ketentuan yang berlaku, yakni pedoman umum
ejaan bahasa Indonesia (PUEBI).
2)
Menggunakan keterangan waktu kemarin, hari ini, dan besok, bukan nama hari,
seperti Minggu, Selasa, dan seterusnya.
3)
Penulisan angka sesuai kaidah PUEBI.
4)
Menggunakan tanda baca untuk memudahkan penyiar membaca naskah dengan benar.
5)
Jika yang ditampilan dalam media
elektronik tersebut berita berbentuk rekaman maka seorang editor sebelum
melakukan penyuntingan seorang editor harus mendengar rekamannya dulu dan
membuat lead in bagi voice report tersebut, bila cocok maka
akan disisipkan dalam berita tersebut.
6)
Menguasai tata bahasa, jadi seorang editor harus mengerti susunan kalimat bahasa Indonesia
yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata
yang pas, dan sebagainya.
3. Ketentuan Penyuntingan
Naskah Media Online
Ketentuan penyuntingan naskah pada
media online diantaranya sebagai
berikut:
1. Seorang editor harus bisa memahami tata bahasa, maksudnya seorang editor harus mengerti susunan kalimat bahasa
Indonesia yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah,
pilihan kata yang pas, dan sebagainya.
2. Seorang editor harus bisa menguasai ejaan,
maksudnya harus paham benar penggunaan
huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda
baca (titik, koma, dan lain-lain).
3. Seorang editor harus bisa menguasai bahasa asing, menguasai
bahasa asing yang paling banyak digunakan di dunia internasional, yakni bahasa
Inggris. Mengapa? Karena dalam menyunting, seorang editor akan berhadapan
dengan istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris.
4. Seorang editor tentu harus tahu kalimat yang layak
diunggah, kalimat yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu diganti
dengan kata lain. Dalam hal ini, seorang editor harus peka terhadap hal-hal
yang berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).